GUBERNUR PAPUA
PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 25 TAHUN 2010
TENTANG
FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PAPUA,
Menimbang:
a. bahwa sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2006 tentnag Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah, perlu mengatur Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah dan Dewan Penasehat Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, Distrik, dan Kelurahan/Kampung;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu ditetapkan Peraturan Gubernur Papua tentang Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);
9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Kewaspadan Dini Masyarakat Di Daerah;
13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131 Tahun 2003 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi Di Daerah.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN GUBERNUR TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Provinsi Papua.
2. Gubernur ialah Gubernur Papua.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Papua yang selanjutnya disingkat DPRP adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Badan Legislatif Daerah Provinsi Papua.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua.
5. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat yang selanjutnya disingkat FKDM adalah wadah bagi elemen masyarakat yang dibentuk dalam rangka menjaga dan memelihara kewaspadaan dini masyarakat.
6. Kewaspadaan dini masyarakat adalah kondisi kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi masyarakat dalam menghadapi potensi dan indikasi timbulnya bencana, baik bencana perang, bencana alam, maupun bencana karena ulah manusia.
7. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh perang, alam, ulah manusia, dan penyebab lainnya yang dapat mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana-prasarana dan fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
8. Organisasi kemasyarakatan, yang selanjutnya disebut ormas adalah organisasi non-pemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk oleh warga Negara Republik Indonesia secara suka rela berbadan hukum dan telah terdaftar serta bukan sayap partai politik.
BAB II
KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT
Pasal 2
(1) Kewaspadaan dini masyarakat di provinsi merupakan tanggungjawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang difasilitasi dan dibina oleh pemerintah provinsi.
(2) Kewaspadaan dini masyarakat di kabupaten/kota merupakan tanggung jawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang difasilitasi dan dibina oleh pemerintah kabupaten/kota.
(3) Fasilitasi dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tugas dan kewajiban gubernur.
(4) Fasilitasi dan pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (2) menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota.
BAB III
PEMBENTUKAN FKDM
Pasal 3
(1) FKDM dibentuk di provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung.
(2) Pembentukan FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh komponen masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah provinsi bagi FKDM Provinsi.
(3) Pembentukan FKDM kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh komponen masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah kabupaten/kota.
BAB IV
TUGAS, FUNGSI, DAN SIFAT FKDM
Pasal 4
(1) FKDM provinsi mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini;
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi gubernur mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
(2) FKDM kabupaten/kota mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi bupati/walikota mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
(3) FKDM distrik mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi kepala distrik mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
(4) FKDM kampung/kelurahan mempunyai tugas:
a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengkomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenai potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan
b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi kepala kelurahan/kampung mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
Pasal 5
FKDM provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung mempunyai fungsi komunikasi, koordinasi, kerja sama, motivasi, dan informasi dalam proses temu cepat dan lapor cepat atas potensi ancaman dan atau peristiwa bencana.
Pasal 6
FKDM provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung bersifat musyawarah, kunsultatif, dan independen.
BAB V
JUMLAH DAN KEANGGOTAAN FKDM
Pasal 7
Jumlah anggota FKDM provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung masing-masing paling banyak:
a. provinsi, 11 (sebelas) orang;
b. kabupaten/kota, 9 (Sembilan) orang;
c. distrik, 7 (tujuh) orang’
d. kelurahan/kampung, 5 (lima) orang.
Pasal 8
(1) Keanggotaan FKDM provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas wakil-wakil ormas, perguruan tinggi, lembaga pendidikan lainnya, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat lainnya.
(2) Keanggotaan FKDM distrik terdiri atas wakil-wakil ormas, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat lainnya.
(3) Keanggotaan FKDM kelurahan/kampung terdiri atas wakil-wakil ormas, pemuka-pemuka masyarakat dan pemuda, anggota satuan perlindungan masyarakat dan anggota polisi masyarakat, serta elemen masyarakat Iainnya.
Pasal 9
Keanggotaan FKDM provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ditetapkan melalui musyawarah dan mufakat.
BAB VI
DEWAN PENASEHAT FKDM
Pasal 10
Untuk pembinaan FKDM dibentuk Dewan Penasehat FKDM di provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung.
Pasal 11
(1) Susunan Dewan Penasehat FKDM provinsi terdiri dari:
a. Ketua : Wakil Gubernur Papua;
b. Sekretaris : Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Papua;
c. Anggota : Pimpinan instansi terkait:
1. Unsur Polda Papua;
2. Unsur Kodam XVII Cenderawsih Papua;
3. Unsur Kejaksaan Tinggi Papua;
4. Unsur Poswil BIN Provinsi Papua;
5. Unsur Penanggulangan Bencana Alam Provinsi Papua;
6. Unsur Imigrasi Provinsi Papua;
7. Unsur Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan Provinsi Papua.
(2) Susunan Dewan Penasehat FKDM kabupaten/kota terdiri dari:
a. Ketua : Wakil Bupat/Wakil Walikota;
b. Sekretaris : Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten/Kota;
c. Anggota : Pimpinan instansi terkait:
1. Unsur Polres;
2. Unsur Kodim;
3. Unsur Pos Daerah BIN;
4. Unsur Penanggulangan Bencana Alam;
5. Unsur Kejaksaan Negeri;
6. Unsur Kantor Imigrasi;
7. Unsur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
(3) Susunan Dewan Penasehat FKDM distrik terdiri dari:
a. Ketua : Kepala Distrik;
b. Sekretaris : Sekretaris Distrik;
c. Anggota : Pejabat terkait:
1. Unsur Polsek;
2. Unsur Koramil;
3. Unsur lainnya.
(4) Susunan Dewan Penasehat FKDM kelurahan/kampung terdiri dari:
a. Ketua : Kepala kelurahan/kampung;
b. Sekretaris : Sekretaris kelurahan/kampung;
c. Anggota : Pejabat terkait di kelurahan/kampung
Pasal 12
(1) Dewan Penasehat FKDM provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan gubernur.
(2) Dewan Penasehat FKDM kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
BAB VII
TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 13
(1) Tugas dan kewajiban gubernur:
a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di provinsi;
b. mengoordinasikan bupati/walikota dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan
c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.
(2) Tugas dan kewajiban bupati/walikota:
a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan kepala distrik dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan
c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.
(3) Tugas dan kewajiban kepala distrik meliputi:
a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di distrik;
b. mengoordinasikan lurah/kepala kampung dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat;
c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertical di tingkat distrik dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan
d. mengoordinasikan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, anggota Satlinmas, anggota Polmas dan elemen masyarakat Iainnya dalam kegiatan di bidang ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat, dengan meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat di wilayah distrik.
(4) Tugas dan kewajiban lurah/kepala kampung meliputi:
a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, baik bencana perang, bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di kampung/kelurahan;
b. mengoordinasikan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, anggota Satlinmas, anggota Polmas dan elemen masyarakat Iainnya dalam kegiatan di bidang ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat, dengan meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat di kelurahan/kampung.
BAB VIII
KEPENGURUSAN FKDM
Pasal 14
(1) Komposisi kepengurusan FKDM provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota.
(2) Komposisi kepengurusan FKDM distrik dan kelurahan/kampung terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota.
(3) Pemilihan kepengurusan FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan melalui musyawarah oleh anggota FKDM.
Pasal 15
(1) Kepengurusan FKDM provinsi ditetapkan dengan keputusan gubernur.
(2) Kepengurusan FKDM kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Pasal 16
(1) Periode kepengurusan FKDM provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung adalah 3 (tiga) tahun.
(2) Seseorang hanya dapat menjadi ketua FKDM sebanyak-banyaknya 2 (dua) periode).
Pasal 17
Pergantian antarwaktu pengurus FKDM provinsi, kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung dilakukan apabila:
a. meninggal dunia;
b. melakukan tindakan yang melanggar hukum dan atau tidak menjadi panutan bagi masyarakat;
c. atas permintaan sendiri;
d. pindah domisili; dan
e. berhalangan tetap.
Pasal 18
Pemilihan anggota pengganti antarwaktu dilaksanakan melalui musyawarah oleh pengurus FKDM dari unsur yang diwakili.
BAB IX
HUBUNGAN KERJA
Pasal 19
(1) Hubungan kerja FKDM provinsi dengan kabupaten/kota dalam bentuk koordinasi, konsultasi, dan pemberian informasi.
(2) Hubungan kerja FKDM kabupaten/kota dengan FKDM distrik dan kelurahan/kampung dalam bentuk koordinasi, konsultasi, dan pemberian informasi.
Pasal 20
(1) Hubungan kerja FKDM provinsi, kabupaten/kota, dengan pemerintah daerah dalam bentuk konsultasi dan fasilitasi.
(2) Rapat konsultasi masing-masing FKDM dengan pemerintah daerah setempat dilaksanakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali setahun atau sesuai kebutuhan yang difasilitasi oleh Dewan Penasehat FKDM.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 21
(1) FKDM dan Dewan Penasehat FKDM Provinsi Papua dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua.
(2) FKDM dan Dewan Penasehat FKDM kabupaten/kota, distrik, kelurahan/kampung dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
BAB XI
PENGEMBANGAN FKDM
Pasal 22
(1) FKDM provinsi dengan kabupaten/kota dapat mengembangkan diri dalam lingkungan organisasi masing-masing dengan membentuk kelompok tugas baik menurut wilayah maupun menurut bidang tugas.
(2) Pelaksanaan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan dengan Dewan Penasehat FKDM masing-masing.
BAB XII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 23
(1) Gubernur melakukan pengawasan terhadap bupati/walikota dan instansi terkait atas pelaksanaan kegiatan FKDM.
(2) Bupati/walikota melakukan pengawasan terhadap kepala distrik dan lurah/ kepala kampung serta instansi terkait lainnya atas pelaksanaan kegiatan FKDM.
Pasal 24
(1) Gubernur melaporkan penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat dan pembentukan FKDM di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Pertahanan, Kapolri, dan Kepala BIN.
(2) Bupati/walikota melaporkan penyelenggaraan kewaspadaan dini dan pembentukan FKDM kabupaten/kota, distrik, dan kelurahan/kampung kepada gubernur dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Kapolri, dan Kepala BIN.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, dan sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
(4) Dalam keadaan mendesak, pelaporan dapat disampaikan secara lisan diikuti dengan laporan tertulis secara berjenjang.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
PasaI 25
Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Papua.
Ditetapkan di Jayapura
pada tanggal 28 Desember 2010
GUBERNUR PAPUA
BARNABAS SUEBU, SH
Diundangkan di Jakarta,
pada tanggal 29 Desember 2010
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA
drh. CONSTANT KARMA
BERITA DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2010 NOMOR 25
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA
drh. CONSTANT KARMA